Pages

Saturday, January 5, 2019

Tapak Tilas Duet Maut 'Si Gomar' dan 'Si Kuik' di Garut

Atang mengakui, keberadaan kedua kereta legendaris si Gomar dan si Kuik pada masa itu, sangat dibutuhkan warga, namun seiring masuknya moda transportasi baru seperti oplet dan angkutan colt diesel mulai tahun 1978-an, maka banyak masyarakat mulai mengalihkan perjalannya. "Memang kita akui lambat lah," ujar dia.

Selama beroperasi, kedua kereta legendaris itu melayani tiga jadwal keberangkatan yakni, keberangkatan pertama dari stasiun (baik Cikajang ataupun Cibatu) dimulai sejak 04.30 dini hari, kemudian pukul 12.00 siang, serta terakhir pukul 16.00 sore hari.

"Seingat saya jika berangkat dari sini (Stasiun Cikajang) pukul 04.30 dini hari, maka sampai di Cibatu sekitar pukul 09.00 malam, praktis nyaris seharian," papar dia. 

Namun lambatnya perjalanan serta mulai masuknya kendaraan mobil saat itu, membuat masyarakat mulai berpaling. Ia mencontohkan untuk satu kali perjalan dari Cikajang ke Garut Kota hanya ditempuh sekitar dua jam kendaraan mobil, sementara dengan kereta bisa hingga enam jam perjalanan.

"Mungkin kalau sekarang beda ceritanya, sebab justru kereta lebih cepat," ujar Atang mengakui kemajuan kereta.

Atang mengakui, sebenarnya keberadaan kereta sangat dibutuhkan, selain bisa mengangkut barang dalam jumlah yang banyak, ongkos yang dikeluarkan untuk sekali perjalan kereta terbilang murah dibanding menggunakan mobil.

"Saat itu tahun 1978, naik kereta hanya Rp 15 rupiah, kalau naik mobil bisa Rp 75, bahkan kalau pelajar pakai abodemen seharga Rp 25 sebulan," ujar dia.

Namun belum adanya modernisasi kereta, menyebabkan perjalanan yang ditempuh kedua kereta itu terbilang lambat, sehingga banyak masyarakat mulai mengalihkan perjalannya melalui angkutan umum. "Padahal untuk oplet keluaran Chevrolet itu, masih terhitung  jari, tetapi lebih cepat," kenang dia.

Akhirnya dengan semakin sepinya penumpang, perlahan tapi pasti mulai 1980-an, jadwal keberangkatan kereta pun akhirnya terus dipangkas, yang awalnya tiga kali menjadi sekali perjalan. "Ya PT KAI juga kan rugi," kata dia.

Puncaknya ujar Atang sekitar bulan September tahun 1982, perjalanan kedua kereta api legendaris tersebut akhirnya benar-benar dihentikan.

"Tetapi sampai tahun 1985 masih ada petugas PT KAI menggunakan lori mengecek aset mulai stasiun, bantaran kereta dan lainnya," kata dia.

Dalam catatan perkeretapian tanah air, jalur kereta api Cikajang - Garut Kota - Cibatu sepanjang 47 kilometer, termasuk lawas di Indonesia. Adapun jalur Cikajang - Garut Kota berhenti lebih cepat satu tahun, yakni pada September 1982, bahkan Stasiun Cikajang, hingga kini masih tercatat sebagai salah satu jalur kereta api tertinggi di Indonesia.

Kedua jalur itu, awalnya digunakan untuk mengangkut hasil bumi Parahyangan selama periode tanam paksa (cultur steel) yang diterapkan Belanda, termasuk menjadi alat transportasi massal warga sejak lama. Namun, munculnya alat transportasi angkutan umum awal 1980-an saat itu, lambat laun mulai menyingkirkan jalur kereta api dari angkutan warga.

Ribuan meter bantalan rel kereta api warisan jamam Belanda itu, hingga kini masih teronggok dan menjadi bangkai besi tua tak terawat. Adanya peningkatan jumlah penduduk juga membuat lahan di sepanjang jalur bantalan kereta, berubah menjadi lahan hunian.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com http://bit.ly/2AyTMjL

No comments:

Post a Comment