Pages

Tuesday, March 12, 2019

Hari Perempuan Internasional, 3 Jurnalis Wanita Bicara Soal Kesetaraan

Liputan6.com, Jakarta - Meski dunia telah memasuki era modern, isu kesetaraan gender masih menjadi permasalahan yang kerap dianggap sepele oleh banyak orang. Pemikiran soal wanita yang di takdirkan hanya berada berada di rumah, dapur dan mengurus anak, masih menjadi pakem budaya masyarakat, baik Indonesia atau negara lain.

Semangat kesetaraan gender dan pengakuan wanita di sebuah lingkup masyarakat terus digaungkan tiap tahunnya dalam peringatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap 8 Maret.

Ada banyak wanita yang menembus batas. Membuktikan bahwa mereka pantas. Bidang pekerjaan yang identik dengan kaum Adam dan sesekali menantang maut ini, kini telah banyak diisi oleh perempuan, meski kerap dianggap tak mampu oleh kebanyakan orang.

Isu inilah yang diangkat oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia dalam acara "Successes and Challenges of Women Journalist in Indonesia". Mengangkat profesi jurnalis yang identik dengan tantangan dan juga ancaman ketika meliput di lapangan.

Tiga pembicara dihadirkan. Ada Adek Berry seorang fotografer dari AFP, Hanna Fauzie dari Koran Sindo dan Maria Rita Hasugian dari Tempo.

Ketiga perempuan ini membagikan kisahnya soal wanita dan jurnalistik. Cukup jarang wanita menjadi jurnalis foto, terlebih meliput wilayah konflik Pakistan dan Afghanistan.

"Meski jarang, bukan berarti tidak bisa dan selalu meminta perlakuan khusus selama di lapangan. Jika sudah ada di lapangan semua sama," ujar Adek Berry yang sudah berkecimpung dalam dunia jurnalistik selama 23 tahun.

Di awal kemunculan dan hasil karyanya banyak yang tidak tahu bahwa Adek Berry adalah perempuan. Sebab, yang ditampilkan dalam hasil karyanya ada objek lain bukan dirinya.

"Banyak yang tak tahu saya perempuan. Setelah bertemu mereka baru tahu jika saya itu perempuan," kata Adek Berry usai menampilkan sejumlah karyanya di Pusat Budaya Amerika Serikat @America, Selasa (12/3/2019).

Senada dengan Adek Berry, Hanna Fauzie yang sudah menjadi jurnalis olahraga selama 11 tahun juga kerap mengalami hal demikian.

"Dibilang maskulin, tidak cantik, ribet dan bukan cewe banget," kata Hanna soal pandangan orang soal pekerjaannya.

Kecintaan Hanna pada dunia olahraga ia rasakan sejak SMP saat Piala Dunia 1994. Sejak saat itu ia sudah tahu harus jadi apa, dan jawabannya adalah jurnalis.

Keyakinannya semakin kuat saat tahu bahwa olahraga adalah alat pemersatu sebuah bangsa. Meski tiap orang beda pilihan dalam pandangan politik, saat dihadapkan dengan olahraga maka akan bersatu.

"Baru-baru ini, Hendra dan Ahsan menjadi satu-satunya wakil di Final All England 2019. Seluruh masyarakat mendukungnya dan menyampingkan perbedaan pandangan politik," jelas Hanna.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Presiden Rusia, Vladimir Putin, memperingati Hari Perempuan Internasional dengan berkuda dengan para polwan.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com https://ift.tt/2TwBriP

No comments:

Post a Comment