Liputan6.com, Jakarta - Jakarta jadi kota terakhir, setelah Solo dan Surabaya, dalam gelaran Kautaman Tiga Kota. Bertempat di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta, Minggu, 16 Desember 2018, para pemain yang berasal dari ragam komunitas ini membawakan lakon Smaratapa.
Pemandangan berbeda pun disuguhkan di karya anual yang memasuki tahun ke-4 tersebut. Berpadu selaras dengan cerita yang dibawakan, seni digital dalam bentuk visual pun dihadirkan guna menujang kesempurnaan pertunjukan.
"Sekarang memang lebih main taste. Menurutku, kita tidak bisa lagi refer ke bentuk-bentuk klasik. Tapi, tetap harus match dengan kostum dan semua aspek," kata Sutradara Smaratapa Nanang Hape pada Liputan6.com usai pertunjukan.
Hal ini diupayakan Nanang agar penonton mendapat persepsi bahwa dunia wayang tidak terlalu jauh dengan keseharian. Karenanya, ia memilih sederet background dengan setting yang dekat dengan alam manusia.
"Wayang harus bisa masuk ke ruang-ruang tertentu. Jangan sampai alergi dengan teknologi. Tapi, dengan adaptasi yang tepat," tambahnya. Sentuhan baru ini juga dirasakan lewat durasi pementasan yang tidak terlalu panjang.
"Supaya orang masih segar, bisa ngobrol. Wayang orang mestinya jadi tontonan hari ini. Penggarapan serius, cari format yang tepat, bagaimana wayang dipertontonkan tetap dalam bentuk tradisinya," Nanang menjelaskan.
Melengkapi pembaruan itu, Nanang juga menuturkan bila dirinya menulis ulang semua dialog tokoh. Hal ini dilakukan agar apa yang diucapkan benar-benar substansial. Ia ingin membuat pertunjukan wayang dengan unsur-unsur padat guna memotong durasi dinilai kurang efektif.
"Aku coba berpikir sebagai penonton. Di luar cerita dan interpretasi, makanya mikirin kemasan. Bagaimana mengemas ini untuk mata penonton umum, ritme penonton umum. Di situ kemudian kita beradaptasi. Bagaimana menata secara compact, tapi cerita utuh," jelas sutradara pergelaran wayang orang tersebut.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
No comments:
Post a Comment