Liputan6.com, Jakarta Badan Anggaran (Banggar) DPR menggelar rapat kerja (raker) bersama dengan pemerintah membahas Rancangan Undang Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Raker kali ini merupakan rapat lanjutan dari agenda yang dilangsungkan kemarin.
Hadir dalam rapat ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, dan Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Dalam kesempatan ini, Pimpinan Banggar DPR Said Abdullah mempersilahkan kembali Sri Mulyani untuk menjelaskan mengenai perubahan asumsi dasar makro APBN 2019 pada nilai tukar Rupiah.
"Skors kami cabut, rapat kembali saya lanjutkan. Saya persilahkan Menteri Keuangan memberikan jawaban," kata Said di Ruang rapat Banggar DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/10/2018).
Sri Mulyani menjelaskan, alasan pemerintah kembali menaikkan asumsi nilai tukar Rupiah karena pengaruh dari tekanan perekonomian global. Bahkan proyeksi dari lembaga keuangan mengenai rata-rata nilai tukar Rupiah untuk 2019 bervariasi yaitu antara Rp 15.000 hingga di level Rp 15.500.
Angka tersebut dipatok mengingat rata-rata nilai tukar di 2018 saja naik menjadi Rp 15.000 per USD. "Namun tentu dalam tiga bulan ke depan range-nya antara Rp 14.800 hingga 15.200, sehingga keseluruhan kurs untuk tahun 2018 kurs rata-rata adalah Rp 15.000," jelas dia.
Sri Mulyani melanjutkan dengan asumsi sebesar Rp 15.000 per USD, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan turun. Pertumbuhan ekonomi bakal merosot menjadi 5,12 persen dari perkiraan awal yang mencapai 5,30 persen.
"Inilah yang membedakan untuk tahun depan growth kita, kita proyeksikan ada di 5,12 persen," kata Sri Mulyani.
Tak hanya itu, dengan asumsi Rupiah Rp 15.000 per USD, maka kompoen investasi juga akan mengalami perubahan.
Bila dalam proyeksi awal pemerintah dipatok sebesar 6,95 persen Kemudian dengan perubahan asumsi nilai tukar menjadi Rp 15.000, levelnya diproyeksikan turun menjadi 6,51 persen.
Berlanjut kepada komponen konsumsi rumah tangga yang juga ikut turun dari proyeksi awal sebesar 5,08 persen menjadi 5,07 persen di 2019. Sementara itu, kinerja ekspor diteropong akan stagnan meski punya keunggulan komparatif dari pelemahan Rupiah.
Proyeksi awal pemerintah untuk ekspor di 2019 tercatat tumbuh sebesar 6,28 persen. Melalui penyesuaian nilai tukar, outlook kemudian naik tipis menjadi 6,73 persen.
"Untuk tahun depan diperkirakan melemah karena adanya potensi perang dagang sehingga ekspor sepertinya tidak akan melonjak di atas 7 persen tetap tetap di kisaran 6,28 persen," terangnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
from Berita Hari Ini, Kabar Harian Terbaru Terkini Indonesia - Liputan6.com https://ift.tt/2OpVGw9
No comments:
Post a Comment