Liputan6.com, Mbabane - Negara eSwatini, yang sebelumnya dikenal sebagai Swaziland, menyatakan tegas menolak desakan China untuk lebih merapat ke Beijing, dan lebih memilih mempertahankan hubungan diplomatik dengan Taiwan.
Hal itu menjadikan eSwatini sebagai sekutu terakhir Taiwan di Afrika, setelah sebelumnya beberapa negara sahabat di sana satu per satu mundur mengikuti imbauan Beijing untuk "mengucilkan Taipei".
Dikutip dari BBC pada Kamis (23/8/2018), China mengatakan ingin menjalin hubungan diplomatik dengan eSwatini, disertai desakan untuk tidak mengakui kedaulatan Taiwan, yang hingga kini masih dianggap sebagai "provinsi pembangkang".
Namun, dijelaskan secara tegas pada Rabu 22 Agustus, para pejabat dari eSwatini mengatakan tidak ada rencana untuk beralih kesetiaan.
"eSwatini tidak memiliki hubungan diplomatik dengan China karena alasan yang semua orang tahu (tentang dukungan pada Taiwan)," kata Asisten Menteri Luar Negeri China Chen Xiaodong.
"Kami berharap bahwa semua negara Afrika, tidak ada yang tertinggal dalam mengambil bagian dalam kerjasama China-Afrika yang positif," lanjutnya.
Pemerintah Taiwan belum menanggapi secara resmi keputusan eSwatini, kecuali beberapa pemberitaan positif tentang hal terkait di media-media lokal.
Saat ini, Kerajaan eSwatini adalah salah satu monarki absolut terakhir yang tersisa di dunia. Raja Mswati III memerintah dengan dekrit atas jutaan rakyatnya, yang kebanyakan tinggal di pedesaan dan mengikuti cara hidup tradisional.
Kerajaan itu memutuskan mengubah nama dari Swaziland ke eSwatini pada April 2018, atas alasan sering membuat publik salah mengiranya sebagai negara Swiss di Eropa.
Adapun makna nama baru eSwatini adalah "tanah Swazis", di mana lokasinya terkurung oleh daratan, serta berbagi batas dengan Afrika Selatan dan Mozambik.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini
Simak video pilihan berikut;
No comments:
Post a Comment