Ketua Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Tiar Prasetya, mengungkapkan alat pendeteksi tsunami (Buoy) untuk Perairan Selat Sunda sudah lama hilang. Adapun alat itu merupakan milik Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"11 tahun yang lalu sejak 2007, enggak tahu kemana. Buoy itu dari BPPT," kata Tiar di kantornya, Jakarta, Minggu 23 Desember 2018.
Dia menuturkan, sampai sekarang Buoy tersebut belum terpasang di Selat Sunda. Dirinya mengatakan, pihaknya tidak memiliki alat tersebut.
Ketiadaan alat dereksi tsunami itu diakui Deputi Koordinator Bidang Infrastruktur Kemenko Maritim, Ridwan Jamaludin. Pria yang juga mantan Kepala Deputi BPPT ini menyebut kini Buoy tidak ada lagi baik karena rusak maupun faktor teknis atupun dirusak.
"Kita semua tahu dulu ada Buoy untuk mendeteksi gelombang tsunami ketika masih jauh dari pantai. Dia mau karena gempa, letusan gunung berapi, ataupun meteor, begitu ada gelombang tsunami, itu tugas Buoy untuk mendeteksi. Tujuannya kan agar gelombangnya tidak datang bersamaan. Kalau Tide Gaude itu kan gelombangnya sudah di pantai," jelas Ridwan.
Namun begitu, ia menilai Buoy alami dapat digunakan dengan memanfaatkan pulau-pulau di sekitar.
"Kita punya Pulau Krakatau, Pulau Panjang yang berfungsi sebagai Buoy alami. Sebelum sampai di Banten, dia (tsunami) sampai di pulau itu. Jadi kita punya waktu sekitar 20 menit. Kalau belum punya Buoy tsunami, kita gunakan itu," kata Ridwan.
Tak hanya Buoy yang hilang, alat pendukung lain untuk peringatan dini bencana gunung api juga tidak berfungsi dengan baik. BMKG mengungkapkan, seismograf yang memantau kegempaan Gunung Anak Krakatau sempat tak berfungsi maksimal sebelum tsunami Selat Sunda terjadi.
"Itu kejadiannya pada pukul 9.03 WIB alat rusak. Makanya tidak terpantau (aktivitas Gunung Anak Krakatau)," ujar Kasubid Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Kristianto di Kantor Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau, Cinangka, Banten, Selasa (25/12/2018).
Menurut dia, seismograf rusak yang berada terletak di pos pemantauan Pulau Anak Krakatau. "Sementara pemantauan seismograf, kita masih beruntung, kita masih dapat di Pulau Sertung," ucap dia.
Selain di Pulau Sertung, aktivitas Gunung Anak Krakatau juga dapat dipantau dari pos pemantauan Cinangka. Pantauan ini hanya dapat dilihat dari seismograf dan tak bisa dipantai langsung lantaran cuaca buruk.
"Jadi kita dapat melihat aktivitasnya masih tinggi. Terlihat dari amplitudo sampai lebih dari 40 milimeter. Simpangan dari seismografnya, memang aktivitas di sana masih tinggi. Kemungkinan di sana masih ada aktivitas lontaran material, aliran larva, dan awan panas pun masih terjadi di Pulau Anak Krakatau. Ketinggian abu vulkanik susah melihatnya karena cuaca," terang Kristianto.
from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com http://bit.ly/2Rfu9xT
No comments:
Post a Comment